Hak atas pangan atau istilah asingnya Right To Food merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Namun, kenyataan berbicara lain. Inilah yang terjadi di kalangan petani sekarang ini. "Petani Pahlawan Pangan Yang tidak dikenang", begitulah sebuah kalimat tertulis di sebuah banner berukuran besar yang digelar di hadapan peserta pelatihan Hak Atas Pangan. Pada tanggal 14-17 November 2009 yang lalu. Peserta Pelatihan yang sebagian besar memiliki mata pencaharian petani. Karena sesuai dengan namanya, pelatihan ini ditujukan untuk para petani. Akan tetapi panitia penyelenggara juga memberikan kesempatan kepada peserta lain yang bukan petani untuk mengikuti pelatihan ini. Hal itu bisa dilihat dari peserta yang datang dari luar kota seperti Lamongan, Gresik, Lumajang, Jakarta dan Probolinggo.
Hujan mulai turun perlahan-lahan mengguyur Dukuh Petung Sewu, Dusun Besuki, Desa Jugo Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Sore hari yang begitu gelap karena diselimuti mendung yang begitu tebal, diiringi udara dingin yang menusuk tulang mengantarkan hujan semakin deras ketika acara akan dimulai. Sayang, listrik tiba-tiba padam pada saat itu. Namun kejadian ini tidak mengurangi antusiasme peserta yang sudah tidak sabar menunggu mulainya acara. Entah karena benar-benar rasa ingin tahu tentang isi pelatihan, atau karena terkesan pemandangan pegunungan yang menyilaukan mata. Yang jelas mereka tetap mengikuti acara yang sudah dijadwalkan. Rencana pembukaan acara yang akan dilakukan oleh Kepala Desa, sayangnya tidak jadi karena kondisi hujan yang semakin deras sehingga tidak memungkinkan beliaunya hadir.
Hujan mulai turun perlahan-lahan mengguyur Dukuh Petung Sewu, Dusun Besuki, Desa Jugo Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Sore hari yang begitu gelap karena diselimuti mendung yang begitu tebal, diiringi udara dingin yang menusuk tulang mengantarkan hujan semakin deras ketika acara akan dimulai. Sayang, listrik tiba-tiba padam pada saat itu. Namun kejadian ini tidak mengurangi antusiasme peserta yang sudah tidak sabar menunggu mulainya acara. Entah karena benar-benar rasa ingin tahu tentang isi pelatihan, atau karena terkesan pemandangan pegunungan yang menyilaukan mata. Yang jelas mereka tetap mengikuti acara yang sudah dijadwalkan. Rencana pembukaan acara yang akan dilakukan oleh Kepala Desa, sayangnya tidak jadi karena kondisi hujan yang semakin deras sehingga tidak memungkinkan beliaunya hadir.
"Petani", teringat status FB yang pernah ditulis di wall teman mengatakan bahwa dia pernah mendapatkan pesan yang isinya begitu menghina profesi petani. Pesan itu mengatakan bahwa di era sekarang ini tidak akan ada untungnya membicarakan pertanian. Ah, membaca status itu bikin hatiku geram juga. Tapi karena Facebook merupakan jejaring sosial yang bisa dilihat orang banyak, aku hanya memberikan komentar seperlunya untuk tetap berpihak kepada petani. Mengingat peran petani bisa dibilang teramat penting dalam keberlangsungan kehidupan manusia Indonesia. Sadarkah dia, bagaimana petani bertahan dan berjuang agar dapat menghidupi dan memberikan makan anggota keluarganya? Tahukah dia, bagaimana perjuangan petani agar anak-anaknya dan isterinya bisa menikmati pendidikan dan emmperoleh pelayanan kesehatan dari hasil jerih payah petani selama ini? Dan sadarkah dia, bahwa makanan yang selama ini masuk ke dalam perutnya adalah hasil maha karya dari tangan-tangan petani? Kian geram hatiku jika mengingat pesan itu. Akan tetapi, toh aku tidak mengetahui siapa dia.
Petani, akhirnya sekarang harus tahu bahwa hasil buah karyanya selama ini ternyata memiliki peran penting di dalam keberlangsungan hidup orang banyak. Tidak hanya itu, rutinitas dijalani selama ini justru berdampak pada kehidupan sosial yang positif.
Hak Atas Pangan, begitulah Pendidikan ini menyebutnya. Anggota LSM KIBAR (Kediri Bersama Rakyat) yang juga fokus di bidang pertanian sekaligus penyelenggaran ini, menilai bahwa beberapa hak petani kian hari kian terampas. Dari beberapa kasus yang pernah menimpa petani dan menjadikan mereka harus masuk bui. Dari sinilah hak atas pangan itu mulai terampas. Budaya dan tradisi yang sudah mereka lakukan pada proses-proses penanaman sejak jaman nenek moyang, telah diklaim sebuah perusahaan besar seperti PT. BISI yang kemudian dipatenkan. Sehingga mereka dianggap meniru model penanaman yang telah dipatenkan tersebut. Kasus ini masih segelintir permasalahan yang tidak terungkap. Petani, masih harus dihadapkan pada permasalahan pengairan, pupuk yang mahal karena langka, ketergantungan terhadap pupuk kimia, calo pemasaran produk pertanian dan masih segudang masalah yang lain. Minimnya pengetahuan mereka terhadap hukum, mengakibatkan ketidakberdayaan mereka untuk melawan ketidakadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar