Baiklah, selamat malam sebelumnya! Kisah ini merupakan kelanjutan dari artikel Petuah 1 sebelumnya. Masih di emperan musholla yang sederhana, ketika kami menyimak dengan seksama penuturan Pak Jami'in. Cerita yang kali ini merupakan kisah suka-duka Beliau bersama rekan-rekan relawan selama merawat para pasien di Griya Cinta Kasih.
****
Merawat sekitar 200 orang yang sakit jiwa bukanlah perkara mudah. Apalagi dengan fasilitas yang sangat seadanya dan dengan dukungan relawan segelintir orang saja. Modal Beliau hanyalah "Kasih Sayang" yang tulus ikhlas. Mungkin kita bisa membayangkan bagaimana repotnya mengurus satu orang sakit jiwa saja. Apalagi ini yang jumlahnya melebihi 200 orang, termasuk adikku di antara mereka.Tetapi tentu saja, bukan Beliau seorang. Di belakang Beliau ada teman-teman Beliau yang mendukung secara finansial maupun tenaga.
Polah tingkah pasien yang jumlahnya mencapai ratusan ini, cukup membuat para relawan kewalahan. Jengkel, marah & kelucuan mereka mewarnai kehidupan para relawan sehari-hari. Inilah kisah, suka-duka mereka.
****
Ada pasien yang pernah menghilang dan mungkin melarikan diri keluar dari penampungan. Sebenarnya bukan melarikan diri, mungkin keluar berjalan-jalan hingga lupa jalan kembali pulang. Hal ini membuat para relawan khawatir hingga mereka harus mencari sampai berhari-hari. Terkadang ada yang ditemukan di luar kota. Seperti surabaya, Sidoarjo ataupun Mojokerto.
Pernah Suatu ketika ada seorang pasien yang sudah berhari-hari menghilang. Ketika ditemukan pasien tersebut tengah tidur di atas salah satu ranting pohon besar bukan dengan posisi tidur. Akan tetapi sebuah cabang pohon tersebut dijadikan penumpu dagunya, sementara tubuhnya dibiarkan menggantung.
*****
Tingkah pasien yang lain yaitu ketika salah seorang pasien masih berumur sekitar 11 tahun, dia memanjat pohon kares hingga ke pucuk daun sambil berjoget-joget tanpa terjatuh. Ketika diteliti apa yang menjadi latar belakangnya? ternyata kedua orang tuanya tengah mencari "pesugihan", sehingga anaknyalah yang menjadi korbannya atau tumbal akibat perbuatan kedua orang tuanya. Akhirnya keluarga pasien pun diminta supaya bertobat demi kesembuhan anaknya. Maka, sembuhlah pasien tersebut seperti sedia kala.
****
Tidak semua pasien yang berada di sana diakui oleh keluarganya dan dijenguk secara rutin. Jangankan dijenguk rutin, bahkan data tentang alamat pasien pun seringkali seperti sengaja dikacaukan. Pernah suatu ketika ada pasien yang meninggal dunia, jenazah pun diantarkan oleh pengurus Yayasan kepada alamat sang keluarga. Akan tetapi Pak Jami'in bersama relawan yang lain kebingungan karena nomor yang dihubungi selalu menjawab salah sambung. Bukan itu saja, alamat pun ternyata ada dua yaitu Surabaya dan Gresik. Mereka harus berputar-putar dan bertanya kesana kemari untuk mencari alamat pasien. Entah apa yang terpikir di kepala keluarga yang bersangkutan, hingga jenazah sang pasien pun mereka enggan untuk menerimanya. Bagaimana pun dia tetap menjadi bagian keluarga mereka. Hubungan darah tidak bisa diputuskan oleh apapun juga. Sungguh mengenaskan sekali.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar