Hari minggu pagi ini, aku masih malas memulai aktifitas. Bukan karena apa-apa, sakit perutku sejak kemarin belum sembuh benar. Untuk berjalan kaki saja rasanya masih kelimpungan. Tetapi kedua orang tamuku yang menginap di tempatku sejak semalam sudah kelaparan. Sementara jam dinding menunjukkan pukul setengah sembilan pagi.
Akhirnya kutemukan sebuah warung yang letaknya paling belakang pasar tersebut. Ada seorang gadis terlihat sibuk bersih-bersih. Saat kutanyai, sang penjual sedang buang hajat. Ternyata dia hanya membantu di warung tersebut. Tidak mengapalah menunggu sebentar. Sambil menunggu, kami duduk-duduk di kursi sambil mengawasi meja. Barangkali saja ada jajanan yang dijual dan bisa dinikmati sambil menunggu. Maklum, perutku juga lagi kelaparan. Aha, tepat di sebelahku sebuah piring berisikan 4 kue yang dibungkus dengan klobot (kulit jagung yang kering) menarik perhatianku. Lumayan nih untuk pengganjal perut, pikirku. Kuambil sebuah dari keempatnya. Penasaran, karena tidak biasanya kue semacam ini dijual di pasar dekat daerahku. Aku mencoba mengintip bentuk kue tersebut dengan membuka bungkusnya dan terlihat kuenya yang cukup menggoda.
“Eh, ambil sekalian. Kamu udah terlanjur membukanya tuh…..” Sahut temanku saat aku berniat hendak mengembalikan kue itu ke piring kembali. “Hmm…..gitu ya??” jawabku terlihat ragu-ragu. Akhirnya, ya sudahlah aku makan sekalian. Nanti bayarnya sekalian dengan nasinya. Hmm….enak lho.
Selang beberapa saat, datanglah penjualnya dan mulai melayani kami. Sambil melayani kami, Ibu penjual warung tersebut mendengar pembicaraan kami dengan logat Jawa-Kediri. Hmm… ibu ini ramah juga menyapa dan mengajak ngobrol kami. Sambil ngobrol, kutanyakan soal kue yang barusan kumakan. Terjadilah perbincangan kami.
“Mbak-mbak ini asli dari daerah mana ya?” Tanya sang ibu kepada kami.
“Kami asli Kediri, bu” sahut temanku.
“Mmmm…..Bu, kue ini buatan ibu sendiri?” tanyaku ikutan nimbrung.
“Oooooh, nggak mbak” jawabnya.
“Oooooh, kok kuenya antik ya. Dibungkus pake klobot gitu?” tanyaku mencoba berakrab ria.
“Iya, itu oleh-oleh dari saudara di Jakarta” Jawab sang ibu sambil tetap sibuk membungkuskan nasi pesanan kami.
“Hmmmm?” ada yang aneh mengganggu pikiranku. Oleh-oleh dari saudara kok dijual?
Beberapa saat kemudian, Ibu tersebut selesai membungkuskan nasi untuk kami.
“Berapa semuanya, bu? ditambah satu buah kue itu tadi ya bu” tanyaku sembari mengeluarkan uang dari dompet.
“Oooooh, kue itu tidak usah, mbak. Itu tidak dijual kok” Jawabnya.
“Hmmmmm! beneran bu? tadi sudah terlanjur saya makan lho??” tanyaku dengan senyum tersipu malu.
“Iya, ndak papa, mbak. Kalau mau, ambil lagi juga gak masalah kok. Itu kan oleh-oleh dari Saudara yang datang dari Jakarta. Udah, nggak apa-apa” Jawab ibu itu sambil tersenyum ramah.
“Aduh, maaf ya bu. Kirain kuenya dijual. Trus saya ambil dan saya makan begitu saja. Tapi makasih lho bu” ups, jawabku sekenanya.
“Iya, nggak apa-apa”
hihihi, temanku ikutan ketawa mendengarnya. Aduh, aku malu setengah mati dech.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar