Hmmm… harus dimulai dari mana ya? Sebenarnya takut bikin resensi novel ini. Takut kalau ceritanya justru melenceng dari harapannya Mbah Jim. Mbah Jim, begitulah nama Facebook-nya. Penulis Novel “Kunang-kunang Rock’n Roll”. Tapi baiklah, akan kucoba sebisaku. Buat Mbah Jim, inilah resensi bikinanku. Ini berdasarkan sudut pandangku. Tentu saja bukan sudut pandang Mbah Jim. Ok! Cerita dimulai…….
Novel
“Kunang-kunang Rock’n Roll”ditulis oleh seseorang yang lebih dikenal dengan
nama Jim. Dalam halaman terakhir buku novelnya, ia memperkenalkan diri dengan
nama pena Jimmo Morrison. Apakah ini nama beneran atau tidak, aku tidak tahu. Mungkin
dia tidak ingin menjadi orang terkenal. Sehingga dengan penuh kerendahan hati
sang empu hanya menyebut dirinya orang biasa dan tidak mau menyebutkan lebih
detail riwayat hidup maupun pendidikannya. Sepertinya dia suka main petak umpet.
Tenang…. Telusuri saja lewat kisah di novelnya. Itulah riwayat hidupnya. Hihihihi.
Novel ini
menceritakan perjalanan hidupnya di masa remaja yang penuh gejolak dan
mimpi-mimpi yang tak terkendali. Bersama kawa-kawannya, Jim berusaha mewujudkan
mimpi mereka menjadi rock star. Mimpi yang mereka bangun sejak SMA. Tak
terkecuali kisah cintanya yang nyentrik, karena Jim memang orang yang antik,
turut mempercantik novelnya. Karena sebenarnya novel ini sejatinya dibungkus
kisah cintanya dengan sang gadis manis bernama Marta, baik di awal bab dan
terakhirnya. Tentu saja dia membalutnya dengan kisah fiksi dan aku tidak tahu,
bagian mana yang disebutnya fiksi. (Itu sebenarnya sedikit bocoran saja
darinya)
Dari halaman
pertama membuka dan membaca novel ini, aku cukup bisa menikmati isi ceritanya,
hingga terbawa ke dalam imajinasi kisahnya. Dengan gaya bahasa yang lugas dan selera
humorisnya yang apik, nampak sesekali menghiasi dari setiap bab, sehingga
seringkali membuatku tidak sekedar tersenyum, tetapi juga ngakak tak karuan.
Hush!
Diawali dengan cerita alur mundur, Jim memberikan judul “Pertemuan Pertama”. Ya, pertemuannya dengan Marta di sebuah café, Jim mengajak alam pikiran pembaca berjalan ke lorong waktu masa lalu. Ia mulai berkisah di masa SMA yang merasa tertekan selama menempuh pendidikan di sekolah pilihan orang tuanya. Walaupun sebenarnya sekolah itu merupakan sekolah terfavorit di kotanya. Tapi jim justru merasa “teresesat” berada di sana. Dengan terpaksa Jim memenuhi keinginan orang tuanya. Jim tidak pernah memiliki prestasi akademik yang bagus, bahkan bisa dibilang hancur. Hobi membolos, membuatnya menjadi murid terkenal karena perilakunya yang buruk. Jim lebih memilih menekuni dunia music ketimbang sekolah. Tak tanggung-tanggung music pilihannya adalah music rock, dan yang menjadi Kiblatnya adalah The Doors, Gun N Roses, Metallica. Idolanya adalah Jim Morison. Sampai-sampai menyebut dialah nabinya. Ha, siapa mereka ya?! Hmmmmm…..
Bersama
sahabat-sahabatnya, Roni, Erwin dan Hasan, Jim ingin memiliki Group Band
terkenal dengan aliran music Rock’n Roll. Jim juga menceritakan bagaimana ia
jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis yang sempat dibilangnya
“penampakan”. Karena mungkin Jim belum pernah melihat gadis secantik Marta.
Begitu nama gadis pujaannya. Seorang perempuan yang berotak encer dan ahli di
bidang Biologi di sekolahnya. Sebegitu dalam persaannya pada sang gadis hingga dia
rela seringkali jadi sasaran bahan olokan kawannya jika ketahuan sedang melamunkan
sang pujaan.
*********
Selanjutnya Jim
menceritakan bagaimana dia juga pernah terdampar di Negeri Paman Sam alias
Amerika. Niat semula untuk bekerja menjadi pembuat music sebuah film akhirnya
menjadi kandas gara-gara kecemburuan sang bos yang diputus sama ceweknya.
Sehingga dia harus rela menjadi pembantu koki di sebuah restoran demi
menyambung hidupnya di Negeri Super Power ini. Hingga suatu ketika datanglah
sang Dewi penyelamat, Marina namanya. Perempuan cantik keturunan Indo Pakistan
ini adalah kawan kuliahnya dari Jakarta yang akhirnya meminjaminya sejumlah
uang agar dia mau kembali ke Jakarta.
Nah, sekembalinya
Jim di Jakarta, Marina mempertemukannya kembali dengan kawan karib yang lama
tak ketemu, Roni. Roni yang kini memiliki perusahaan label music masih
berhasrat untuk mengajak Jim mewujudkan impian lama mereka yang tertunda semasa
SMA dulu. Membentuk band dan punya album sendiri. Namun rupanya Jim justru
sebaliknya. Jim tak lagi bersemangat untuk kembali membangun karirnya ke jalur
music. Roni juga tak mau menyerah, dia tetap berusaha membujuk Jim. Hingga Jim
pun menyerah dengan syarat Hasan dan Erwin juga mau bergabung kembali seperti
dulu. Dan Roni menyetujuinya.
***********
Jim juga
menceritakan sedikit tentang orang tuanya. Meski sebenarnya dia tidak suka, Jim
menguraikan bagaimana ketidak harmonisan kedua orang tuanya yang akhirnya keduanya harus berpisah. Yah, Semoga Jim
diberi kekuatan dan ketabahan ya…! eh, resensi ngelantur ini. Jim sudah kuat,
tau! Baiklah, tak perlu diperpanjang bagian ini. Diabsen saja biar ndak
kancrit. Hahahaha…. Sory, mbah Jim. Ups!
Akhirnya dengan
susah payah Roni berhasil membujuk Erwin dan Hasan berkumpul kembali untuk
membangun Band impian mereka yang kemudian diberi nama “KUNANG-KUNANG ROCK’N
ROLL”. Nama Kunang-kunang ini terinspirasi oleh gadis pujaannya, Marta yang suka
menangkap kunang-kunang.
Di bab “MASIH
ROCK’N ROLL”, aku sedikit terganggu karena editor kurang jeli dengan tulisan
“Selamat dating”. Benci sama MS Word yang sok membenarkan tulisan Indonesia. Ya,
itu soal teknis saja, mbah. Baik, lanjut.
************
Sekian lama vacuum
bermain music, ternyata gak mudah bagi Jim untuk mengembalikan jiwa “Rock’n
Roll-nya”. Butuh waktu untuk pemanasan. Akan tetapi obsesi untuk memiliki
sebuah karya sendiri dan usia 27 tahun yang dianggapnya sacral, rupanya sanggup
menjadi motivator yang kuat untuk mengembalikan jiwa musiknya. Usia 27 tahun?!
Ya, Jim begitu meng-sakralkan usia 27 tahun hingga membahasnya pada bab
tersendiri di novelnya.
Mengawali
karirnya, KUNANG-KUNANG ROCK’N ROLL mengikuti sebuah ajang festival yang
diadakan di kota kembang, Bandung. Sayang, awal yang tidak bagus. Karena di
moment inilah akhirnya Jim harus rela kehilangan pendengaran telinga kanannya.
Sebuah gerombolan pemuda tiba-tiba menghajarnya termasuk personelnya, karena dendam
di masa lalu, saat mereka sedang aksi di pentas tersebut. Jim dianggap merebut
cewek salah seorang dari gerombolan tersebut.
*************
Akhirnya Jim
memutuskan pergi ke sebuah Kota kecil, Mojokerto, setelah kemampuannya bermain
music benar-benar lumpah akibat telinganya yang tuli sebelah. Di kota inilah
Jim akan memulai babak hidup yang baru lagi. Dimas, adalah sahabat kecilnya.
Dari dia, Jim yang semula ngebet berkarir di dunia music, akhirnya justru
menikmati profesi barunya sebagai penulis. Tinggal di sebuah toko buku bekas
milik Dimas, membuatnya banyak belajar dalam dunia kepenulisan. Hingga dia tak
menyangka banyak tulisannya yang diterima dan dimuat media massa, bahkan
berhasil menerbitkan novel. Namun, tak lama menikmati profesi sebagai penulis,
lagi-lagi Jim harus menghadapi kenyataan pahit. Dimas tak pernah menceritakan
penyakit yang dideritanya sampai akhir hayatnya. Jim kehilangan sahabatnya,
Dimas meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya sejak lama.
Sepeninggalnya
Dimas, Jim kembali ke Jakarta. Sebagaimana yang disarankan Dimas dalam
suratnya. Setelah menyelesaikan segala urusan dengan Raisa yang merupakan
mantan isteri Dimas yang tak pernah diceritakan Dimas semasa hidup, Jim
meninggalkan Mojokerto menuju Ibu Kota.
Selama perjalanan menuju
Jakarta, di dalam kereta api, rupanya Jim bertemu dengan kawan SMA-nya, Jarwo. Teman
ahli Matematika yang ingin sekali mencoba ikut membolos sekolah karena stress
akibat pelajaran. Tapi sayang, meski lama tak jumpa Jim tidak begitu tertarik
ngobrol banyak dengan Jarwo. Dia lebih menjadi pendengar setia hingga tertidur
dalam kereta. Yah, mungkin suasana hatinya masih berduka ditinggal Dimas. Hingga
tiba di Jakarta pukul 7 pagi, sudah sambut oleh Roni yang membawa papan
bertuliskan namanya.
Kembali ke Jakarta
sebenarnya bukan keinginannya. Tapi Dimas menginginkan dia mengembangkan bakat
menulisnya hingga tingkat nasional, bahkan kalau perlu internasional. Dia menolak
tawaran Roni untuk menjadi manajer KUNANG-KUNANG yang pernah dia dirikan. Karena
menurutnya kembali ke Jakarta bukanlah untuk kembali ke dunia music, melainkan
menekuni profesi seorang penulis. Roni memaklumi. Sementara Hasan telah menikah
dengan Mia, wanita yang begitu diidamkannya semasa SMA, dan menikmati masa
kejayaannya sebagai seorang musisi yang terkenal dan kaya. Begitu pula Erwin
memperkenalkan pacar yang bernama Venus. KUNANG-KUNANG berhasil melambungkan
nama personelnya menjadi artis. Beberapa puisi bikinan Jim telah dijadikan
album music KUNANG-KUNANG. Pada perjalanan kisah selanjutnya, lagi-lagi Jim
harus menerima cobaan yang pahit. Hasan yang menjadi salah satu personel
KUNANG-KUNANG harus meregang nyawa karena overdosis. Tak pernah disangkanya, Jim
menginginkan band yang bersih akan narkoba, ternyata justru kawannya sendiri
yang terjebak dan kini menghembuskan nafas terakhirnya. Begitu frustasinya Roni
kehilangan Hasan, membuatnya kalap tak bisa mengendalikan diri hingga dia harus
masuk penjara karena membunuh seorang residivis yang menyebabkan meninggalnya
Hasan.
Betapa Jim
teringat masa Band-nya yang dulu juga kehilangan seorang vokalis, Dodi, karena
overdosis. Sehingga orang tua Dodi menyalahkannya sebagai penyebab kematian
Dodi. Sejak saat itu sebenarnya Jim menginginkan Band-nya anti narkoba dan
freesex. Salut dah, buat Mbah Jim.
**************
Jim yang kini
seorang penulis terus mencari penghidupan melalui karya-karya tulis yang
dikirimkannya ke beberapa media massa. Termasuk tulisannya tentang kesakralan
usia 27 tahun. Di usia yang menurutnya keren jika meninggal dunia. Usia yang matang untuk bikin sebuah karya besar. Karena idolanya
meninggal dunia di usia muda, 27 tahun. Hingga tulisan ini jatuh ke sebuah
Majalah yang dikelola Marta. Rupanya Marta lebih memilih dunia jurnalis
ketimbang menjadi ahli Biologi. Di bab tersendiri, Jim juga menceritakan kisah
tentang Gadis pujaannya yang bertengkar dengan pacarnya, Alex. Kedua pasangan
ini rupanya sudah mulai tidak sejalan dalam pemikiran mereka. Karena Marta
tidak lagi tertarik untuk meneruskan bakatnya dalam dunia sains. Dia melihat
jurnalis lebih menarik hatinya karena tantangannya yang lebih membuat hidup
berwarna.
*************
Erwin melanjutnya
karirnya dengan menyanyi dari café ke café demi menghidupi dirinya. Dia tak
ingin bersolo karir. Baginya tak ada KUNANG-KUNANG, berarti tak ada dirinya
juga. Hingga tiba saatnya Roni menikmati kebebasannya keluar dari penjara. Hendak
merayakan kebebasan Roni, di suatu dini hari. Erwin, Jim dan Roni bermaksud
mencari makan di sebuah warung yang masih terlihat ramai orang. Namun tiba-tiba
Roni diserang oleh sekelompok orang yang ternyata adalah kawan dari orang yang
dia bunuh. Roni terkena tusukan yang mengenai punggung hingga menembus dadanya.
Roni jatuh tersungkur mengeluarkan darah. Dia tak tertolong lagi, hingga
menghembuskan nafas terakhir. Roni meninggal dunia di usia yang belum mencapai
27 tahun. Lagi-lagi Jim menanggung kepedihan hati karena kehilangan sahabat yang
kesekian kali. Dikisahkannya nasib Erwin selanjutnya menjadi orang yang frustasi dan ingin bunuh diri
karena trauma atas peristiwa penusukan Roni yang terjadi di depan matanya
hingga menyebabkan meninggalnya Roni. Erwin selanjutnya memutuskan bekerja menjadi relawan di
sebuah panti rehab, tempat dimana dia dirawat.
*********
Di bab terakhir, Jim
mengajak pembaca untuk kembali ke masa pertemuannya dengan Marta di sebuah café.
Pertemuan yang tak pernah direncanakannya. Meskipun Jim begitu membenci
pertemuan, tapi bisa terlihat betapa Jim sebenarnya ingin sekali menumpahkan
segala perasaannya pada Marta. Jim tak menyangka jika selama ini ternyata Marta
justru membuntutinya melalui karya-karyanya. Baik album KUNANG-KUNANG dalam
sebuah kaset, maupun tulisan-tulisannya yang pernah terpublish di media massa. Marta
ingin sekali memastikan perasaan Jim terhadap dirinya yang sebetulnya Marta
juga merasakan hal yang sama terhadap Jim. Ehm! Benar bukan?!
***********
Tada! Selesai sudah yang berarti
lunas sudah janjiku padamu, Mbah Jim. Cuma, mbah Jim juga nggak teliti atau aku
yang salah? coba lihat halaman 110 novelmu. Itu sepertinya harusnya tertulis
nama “Hasan”, tetapi kenapa tiba-tiba menjadi “Roni”?????? lagi-lagi soal teknis sih, tapi aku merasa terganggu ketika benar-benar tenggelam dalam imajinasi cerita, tiba-tiba merasa ada yang nggak nyambung.
Nah, Mbah Jim. Terima kasih sudah memintaku bikin resensi novelmu. Aku merasa terhormat aja. sayangnya mungkin Mbah Jim tidak merasa puas. Maap, kalo ada yang kurang atau salah. Salam Rock'n roll!
Nah, Mbah Jim. Terima kasih sudah memintaku bikin resensi novelmu. Aku merasa terhormat aja. sayangnya mungkin Mbah Jim tidak merasa puas. Maap, kalo ada yang kurang atau salah. Salam Rock'n roll!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar