Minggu, 18 September 2011

Impian Yang Masih Tergantung

Kesuksesan dan keberhasilan adalah impian banyak orang. Akan tetapi kesuksesan seperti apakah yang menjadi dambaan setiap orang? Apakah ukuran kesuksesan itu adalah sejumlah materi yang telah berhasil diraih? hmmm...??? Itu bukan impianku dan jauh dari bayangan sebuah kesuksesan yang aku impikan selama ini? Apakah ukuran kesuksesan dan kehidupan yang nyaman dan mapan dalam membangun sebuah rumah tangga yang bahagia? Tidak, bukan itu impianku. Aku yakin ukuran kesuksesan yang dilihat banyak orang masih berpatok pada ukuran fisik semata. 
Karena mereka memang hanya bisa melihat dalam sisi materi semata. Bagaimana jika ukuran kesuksesan adalah sebuah kebahagiaan batin atas apa yang dia impikan? meskipun itu ternyata tidak menghasilkan kekayan ataupun kemewahan yang diraihnya. Rasanya memang sulit. Karena ketika kita datang dari suatu perantauan dengan tidak berpenampilan yang "Perlente" mungkin kita dianggapnya tidak sukses. Terserahlah, orang menilai arti kesuksesan seperti apapun. Yang jelas, bukan seperti yang orang pikirkan kesuksesan yang aku dambakan sekarang ini.

Impianku masih tergantung di langit. Begitulah aku mengatakan. Karena memang begitu kenyataannya. Menyaksikan acara sebuah TV swasta "Kick Andy Hope", rasanya hatiku benar-benar tersentuh. Seorang guru Matematika yang sudah berusia lanjut yang biasa dipanggil dengan Bu Yan, ini berhasil mengantarkan puluhan bahkan mungkin ratusan anak didik untuk melanjutkan pendidikannya hingga Perguruan tinggi. Padahal hampir semua anak didiknya ini berasal dari keluarga yang tidak mampu. Katakanlah orang tua mereka hanya seorang buruh tani, penjual kue, nelayan dan profesi lain yang berpenghasilan sangat rendah. Tentu saja penghasilan mereka tidak mungkin mampu untuk membiayai sekolah anak-anak mereka hingga jenjang perguruan tinggi sekalipun. Yang benar-benar membuatku tersentuh adalah Beliau ini bukanlah orang yang kaya. Hanya seorang guru yang berpenghasilan rendah. Tetapi justru Beliaulah yang mengangkat mereka menjadi anak asuh dan mengantarkan mereka hingga kuliah di ITB, UGM, UI ataupun di sejumlah Perguruan Tinggi terkenal yang banyak menjadi impian banyak siswa. Wouw!!! Mulutku berdecak kagum. Andaikan pada saat itu adik perempuanku mengenal Beliau ya!!! Ah, aku tak perlu menyesalinya. 
Kekagumanku semakin bertambah ketika Andy F Noya menanyakan bagaimana caranya Beliau ini berbuat sejauh ini kepada mereka, sementara gaji Beliau tak seberapa? Jawabannya sederhana mengajari mereka dan mengemis. Ya, Beliau memiliki Yayasan yang bernama "Puskesmas Matematika". Beliau memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak yang memiliki ketertarikan dalam mata pelajaran Matematika. Sehingga Beliau mampu mengajari mereka hingga memahami mata pelajaran yang konon menjadi momok bagi kebanykan siswa sekolah ini. Para siswa didikan Beliau ini kemudian juga akan membantu para siswa lain yang lebih senior untuk belajar Matematika dan begitu seterusnya. Sehingga Bu Yan tidak akan kelelahan dalam mengajar siswa yang jumlahnya semakin lama semakin banyak. Semua kegiatan ini Beliau lakukan di sebuah rumah sederhana yang tak seberapa luas. "Mengemis" yang Beliau maksudkan adalah meminta bantuan atau mencari sumber dana dengan menawarkan kepada saudaranya yang kaya untuk menyisihkan hartanya dan disalurkan kepadanya demi membiayai Yayasannya. Hasilnya sungguh luar biasa. Ratusan anak sekolah bisa menikmati masa depannya. Beliau bilang bahwa jika seorang siswa berbakat tidak bisa meneruskan sekolah hanya karena biaya, itu bisa membunuh masa depannya. Hal inilah yang mendorongnya untuk menyelamatkan masa depan para tunas bangsa tersebut. Sungguh mulia sekali, Bu Yan. 

Ingatanku kembali kepada adik perempuanku yang gagal meraih beasiswanya di masa lalu. Rasanya ingin sekali memutar waktu dan mempertemukan dia dengan Bu Yan ini, sehingga cita-citanya tidak kandas di tengah jalan. Sudahlah itu masa lalu. Mungkin untuk diriku sendiri juga sudah terlambat. Hanya saja melihat beberapa anak sekolah yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya hanya karena faktor ekonomi, rasanya hatiku sedih sekali. Aku hanya memiliki impian. Kelak, aku bisa berbuat sesuatu seperti yang Bu Yan lakukan. Ah, aku memang tidak bisa melanjutkan pendidikanku sampai tinggiiiiiiiiiiii, paling tidak aku bisa membantu mereka yang memiliki cita-cita yang sama. Hhfffffff!!!! Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar