Minggu, 10 Juli 2016

Lebaran 1437 Hijriyah



Malam, bakda maghrib menjelang Isya’. Bertepatan dengan hari ke-5 di hari raya Idul Fitri 1437 Hijriyah. Entah berapa tahun jemari ini tak lagi menari di atas keyboard laptop atau PC, sekedar untuk mencurahkan kegalauan yang bersemayam di kepala. Bertahun-tahun sudah itu tak kulakukan. Aku merasa hambar dengan kata-kata yang hendak kuuraikan, meskipun sebenarnya itu akan menguraikan segala keruwetan di kepala ini.
Perubahan akan terus terjadi, yang terutama adalah terhadap fisik. Karena seiring berjalan waktu yang tak akan mungkin dihentikan. Bertahun berlalu. Banyak keterkejutan yang kualami. Ber-anjang sana dan anjang sini ke rumah-rumah tetangga dan sodara yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri, dari semenjak aku kecil hingga hamper dewasa, kata yang selalu kudengar adalah “Kok sudah besar?”. Dan bahkan ketika kini aku telah dewasa, justru kata itulah yang sering kuucapkan kepada keponakan-keponakan yang lama tidak ketemu. Tahu-tahu sudah pada gede. Hal yang membuatku lebih tersadar lagi adalah ketika melihat anak-anak dari teman yang seusiaku ternyata sudah beranjak dewasa. Ya, aku bukan remaja lagi. Usiaku sudah kepala 3 yang menuju kepala 4 dalam beberapa tahun lagi. Artinya kalaupun menjadi seorang ibu, bukanlah seorang ibu muda.

Minggu, 05 Oktober 2014

RESENSI NOVEL “KUNANG-KUNANG ROCK ’N ROLL”


Hmmm… harus dimulai dari mana ya? Sebenarnya takut bikin resensi novel ini. Takut kalau ceritanya justru melenceng dari harapannya Mbah Jim. Mbah Jim, begitulah nama Facebook-nya. Penulis Novel “Kunang-kunang Rock’n Roll”. Tapi baiklah, akan kucoba sebisaku. Buat Mbah Jim, inilah resensi bikinanku. Ini berdasarkan sudut pandangku. Tentu saja bukan sudut pandang Mbah Jim. Ok! Cerita dimulai…….
Novel “Kunang-kunang Rock’n Roll”ditulis oleh seseorang yang lebih dikenal dengan nama Jim. Dalam halaman terakhir buku novelnya, ia memperkenalkan diri dengan nama pena Jimmo Morrison. Apakah ini nama beneran atau tidak, aku tidak tahu. Mungkin dia tidak ingin menjadi orang terkenal. Sehingga dengan penuh kerendahan hati sang empu hanya menyebut dirinya orang biasa dan tidak mau menyebutkan lebih detail riwayat hidup maupun pendidikannya. Sepertinya dia suka main petak umpet. Tenang…. Telusuri saja lewat kisah di novelnya. Itulah riwayat hidupnya. Hihihihi.
Novel ini menceritakan perjalanan hidupnya di masa remaja yang penuh gejolak dan mimpi-mimpi yang tak terkendali. Bersama kawa-kawannya, Jim berusaha mewujudkan mimpi mereka menjadi rock star. Mimpi yang mereka bangun sejak SMA. Tak terkecuali kisah cintanya yang nyentrik, karena Jim memang orang yang antik, turut mempercantik novelnya. Karena sebenarnya novel ini sejatinya dibungkus kisah cintanya dengan sang gadis manis bernama Marta, baik di awal bab dan terakhirnya. Tentu saja dia membalutnya dengan kisah fiksi dan aku tidak tahu, bagian mana yang disebutnya fiksi. (Itu sebenarnya sedikit bocoran saja darinya)
Dari halaman pertama membuka dan membaca novel ini, aku cukup bisa menikmati isi ceritanya, hingga terbawa ke dalam imajinasi kisahnya. Dengan gaya bahasa yang lugas dan selera humorisnya yang apik, nampak sesekali menghiasi dari setiap bab, sehingga seringkali membuatku tidak sekedar tersenyum, tetapi juga ngakak tak karuan. Hush!

Kamis, 21 November 2013

Berebut Kue Kesejahteraan Berkedok "Miskin"

Jika sang pejabat pemerintah berebut kue APBN dan APBD, lain ceritanya dengan kaum pengemis ini. Label "miskin" rupanya mempunyai berkah tersendiri bagi mereka. "Miskin" akan menjadi sumber rejeki yang mereka kais selama ini, dan justru karena itu, label miskin tak akan pernah mereka lepaskan dari dirinya. Inilah cerita nyata di Negeriku tercinta ini. Para pengemis itu bukan berarti tak memiliki uang? banyak, malah mungkin milyaran. Kok bisa? iya. Mereka tak memiliki tempat tinggal? Jangan salah, rumah mereka bisa jadi lebih nyaman ketimbang rumahku. Oh ya? Mereka memiliki mobil mewah, kendaraan roda dua yang oke punya. Tapi mereka mengemis? iya. Itu adalah profesi mereka. Kok bisa? bisa. Itulah rakyat di negeriku ini. Itu bukan cerita baru. Para pengemis itu punya bos, mereka dikoordinir. Jangan heran ketika ada memberi uang, mereka sanggup memberikan kembaliannya jika uangmu 100ribuan sekalipun. Itulah kenyataannya.
Di tengah maraknya kasus korupsi di kalangan pejabat tinggi negara, bahkan sekelas Mahkamah Agung seperti Akil Muchtar, rupanya kaum miskin pun punya cara tersendiri untuk meraup rejeki sebanyak-banyaknya tanpa berbekal pendidikan tinggi ataupun keterampilan khusus, tetapi bisa turut menikmati kesejahteraan hidup. Inilah uniknya Negeri Indonesia. Baca sendiri saja linknya deh. Pengemis Terkaya Asal IndonesiaFakta unik Inilah pengemis Terkaya asal indonesia Jadi, masih mau memberi mereka uang???

Senin, 18 November 2013

Tatapan mata anak-anak itu masihkah ada harapan tersimpan?

Sekelompok anak jalanan sedang asyik berkongkow di pinggir jalanan yang bising oleh lalu-lalang bis kota. Terkadang ada yang merebahkan tubuhnya di sembarang tempat dengan berbantalkan alat musik okulele yang sudah tak lengkap lagi tali senarnya. Air hujan pun mengguyur tanpa ampun, seolah tak mereka perdulikan lagi. Yang mereka tahu hanya ingin melepas lelah. Sementara yang lain duduk terdiam sambil menatap kosong jalanan yang ramai orang dan kendaraan bermotor.

MERAIH ASA YANG TERSISA

Senja tak memberikan restu
Langkah kaki tertahan juga untuk menunda demi esok hari
Kebimbangan memaksa untuk mengambil keputusan
Senja tertutup awan kelabu
Menggelayut setelah menumpahkan beban yang tertampung
Warna pekat tak memberikan persahabatan
Enggan tersenyum pada petang yang merayunya dengan sendu
Ah jingga, kenapa jua kau bersembunyi dari balik selimut mendung
yang terus mencurahkan air hujan tanpa henti

segenggam bara segenggam asa
terserak di atas rerumputan yang tak lagi menghijau
tersingkir dari kultur yang mendiskriminasi
terjustice oleh nilai-nilai dan norma manusiawi
kedua mata itu menatap nanar dan tanpa makna
sementara langkahnya tetap harus melawan waktu
karena dia tak akan mengerti
mengapa dulu sekepal orok merah terlantar pada belasan tahun lalu

Puisi - Ribuan Masa Depan Yang “Terjual”

Maraknya kasus trafficking yang terjadi di kalangan masyarakat perkotaan adalah potret rendahnya rasa "manusiawi" mereka bahkan terhadap darah dagingnya sendiri yang masih akan menengok dunia, mereka tega membunuh hak-hak sang jabang bayi atas nama ekonomi. Benarkah jalan ini benar-benar buntu, ketika kemiskinan itu sudah membelit kehidupan masyarakat????? Mewakili mirisnya hati..... kutulis bait-bait puisi untuk melukiskannya.

Ribuan Masa Depan Yang “Terjual”

Ke”fitrahan” manusiawi ‘tlah semakin teracak-acak
Oleh manusia beserta kulturnya sendiri
Apa arti norma dan nilai-nilai yang terwariskan dari nenek moyang?
Buat apa doktrin-doktrin yang mengatasnamakan kesucian agama
Semua sudah tergadaikan demi menebus kemiskinan yang mencekik sepanjang masa
Lebih biadab daripada hukum rimba-nya kerajaan binatang di hutan
Coba lihatlah induk burung dewasa yang terbang kian kemari demi mengisi perut anak-anaknya
Tengoklah puluhan itik kecil yang mengekor induknya
Gajah dan monyet yang penuh kasih mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka

Tapi apa yang terjadi dengan manusia?
“Rahim” yang konon menjadi “alam” manusia sebelum lahir ke dunia
Beralih fungsi menjadi mesin pabrik penghasil uang
Begitulah orang menyebutnya
Merupakan rangkaian kebiadaban dalam dosa-dosa manusia sepanjang masa

Manusia, yang konon makhluk Tuhan paling sempurna
Bisa saja menjerumuskan derajatnya ke dalam jurang yang paling nista sekalipun
Lebih rendah dari “setan”

“Kemiskinan” seolah membenarkan alasan semua itu
Mengabaikan dan membunuh hak kasih-sayang hubungan perdarahan
Dengan memutus segala bentuk pertalian sang jabang bayi
Untuk ditransaksikan dengan nilai rupiah demi memusnahkan kemiskinan diri
Masa depan jabang bayi tergadaikan, penuh kesuraman tanpa jaminan
Bahkan tanpa pembelaan dari dalam dirinya sendiri sekalipun

Hanya keberuntungan dari mukjizat tangan “malaikat”
Yang bisa menyelamatkannya

Rabu, 06 November 2013

Hari yang "kepo" bangettttttttt

Duuhhhh, kepo banget sih?!! kata-kata alay ini hanya bersuara dalam hati, sambil bayangin kalo bilang pasti bibirnya didowerin, trus tangannya gaya gemulai kayak banci gicu duehhhh. hahahaha... Nggak tahu kenapa hari ini menjadi hari yang "kepo" terhadap diriku. Padahal artis juga enggak. Pokoknya asyik jadi bahan pembicaraan sekelompok orang kaum adam. hehehe.... GeEr?? ah enggak. Biasa aja. Cuma heran aja sih, seseorang yang sudah melabelkan dirinya "Intelek", tapi nyatanya sikap sama sekali tidak mencerminkan seorang "Intelek". Wah, eksistensi yang dipaksakan banget. Kasihan.
Tetapi semoga ini bukan bentuk tindakan konyol pembunuhan karakter. Karena rugi besar. Itu hanya akan membuang energi untuk diriku yang bukan siapa-siapa. Kalau toh sampai diriku mati karenanya. Masih ada sebuah idealisme yang abadi yang tak akan pernah bisa mereka bunuh, meskipun jasadku sudah berkalang tanah sekalipun. Kekuatan manusia hanya sebatas kekuatan manusia. Everyone is uniqe.
Seolah-olah seperti sedang menabuh genderang perang terhadapku yang tak merasa bukan musuhnya. Tetapi dirinya sendirilah sebenarnya yang jadi musuh. Apa yang sudah dia berikan pada Negeri ini ketika menyebut diri sang "intelek"? Semoga nggak keblinger saja. Angan-angan yang masih sangat jauhhhh dari tindakan nyatanya. Kasihan
Jati diri yang belum ketemu, tetapi memaksakan diri untuk menjadi sang intelek. Padahal di luar sana umbrukan pemuda intelektual muda yang sesungguhnya tetapi enggan disebut sang intelek. Dia hanya berbuat dan berbuat. Do something! Talk less, do more. Jangan sampai jadi NATO. Karena itu sudah tidak laku. Yah, makanya aku hanya bisa tertawa nyengir mendengarnya. Kasihan.
Buktikan!!! Jangan Banyak bicara okey!!! BASI TAU??????

Sabtu, 16 Juni 2012

Mencari Motivasi Dalam Diri Sendiri


Seringkali merasa bosan pada organisasi atau perkumpulan tertentu? sering merasa jenuh di tempat kerja? atau bahkan di sekolah? Semua itu menjadikan diri tidak semangat untuk melanjutkan kegiatan pada institusi atau organisasi tersebut. Pada awalnya ketika ikut bergabung, semangat serasa begitu membara seolah-olah berjanji entah kepada diri sendiri ataupun kepada sesama teman seorganisasi untuk tetap konsisten dan berkomitmen terhadap organisasi mereka.